Kamis, 18 September 2014

Museum Kartini Jepara


Untuk mengenang jas R.A. Kartini sebagai perintis emansipasi wanita Indonesia, maka pada tahun 1975 Pemerintah Daerah Tingkat II Jepara, atas usulan wakil rakyat dan bantuan dari Presiden Soeharto, mendirikan museum pada tanggal 30 Maret 1975, pada masa pemerintahan Bupati Soewarno Djojomardowo, S.H. dan diresmikan pada tanggal 21 April 1977 oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Jepara, Soedikto, S.H.

Selain menyajikan benda-benda peninggalan R.A. Kartini, Museum ini juga menyajikan warisan budaya yang didapat di daerah Kabupaten Jepara. Museum Kartini merupakan tempat penyimpanan benda-benda peninggalan R.A. Kartini semasa hidupnya serta benda peninggalan kakaknya yaitu RMP Sosrokartono. Selain itu juga menyimpan benda-benda kuno hasil temuan di wilayah Kabupaten Jepara.

Penyajian ruang koleksi dibangi menjadi empat ruangan, yaitu Ruangan I untuk koleksi peninggalan R.A. Kartini berupa benda-benda serta foto semasa masih hidup. Ruang II berisi benda-benda peninggalan RMP Sosrokartono. Ruang III untuk penyajian benda-benda bernilai sejarah dan purbakala yang ditemukan di wilayah Jepara, antara lain arkeologi, keramik, dan juga hasil kerajinan Jepara yang terkenal, antara lain ukir-ukiran, batik troso, keramik, anyaman bambu, dan rotan. Ruang IV berisi tulang ikan raksasa ‘Joko Tuwo’ yang panjangnya kurang lebih 16 meter, yang ditemukan di perairan Kepulauan Karimunjawa pada pertengahan bulan April 1989.

Rabu, 17 September 2014

Gudeg Koyor Yu Tum



Sedikit asing atau tidak asing sama sekali dengan kata Koyor? Ini makanan enak, lho. Terbuat dari otot sapi dan memakannya ditemani dengan kuah sambal goreng serta kuah opor. Gudeng koyor juga tidak lengkap kalau makannya tanpa gudeg. (Iyalah, lha wong namanya aja gudeng koyor!) Kalau nggak pakai gudeg, namanya ya koyor saja.


Gudeg koyor Yu Tum atau sering disebut juga Mbak Tum lumayan terkenal dan ramai disambangi pembeli. Warung makan ini ada area peterongan, berupa tenda biasa dipinggir jalan. Namun, jangan salah sangka, sekalipun tampilan warungnya sederhana, bahkan tidak memungkiri seperti pedagang kaki lima, tapi makanannya rasanya mantap.

Koyornya lembut di lidah. Pete gorengnya pun manis dan segar, berasa krenyes-krenyes. Sambel gorengnya enak, gudeg dan opornya tidak terlalu manis, bahkan cenderung gurih. Kita bisa pesan makanannya pakai lontong atau nasi di sini. Pakai lontong enak, pakai nasi juga sama enaknya. Pilih mana yang disuka. Untuk soal harga, memang agak mahal, tetapi dijamin tidak menyesal mencoba makanan di warung gudeg koyornya Yu Tum.

Kudapan Getuk Kethek



Bacanya bukan kethek ( e yang dibaca bebek atau e yang dibaca pepet). Namun kethek merupakan bahasa jawanya monyet. Iya, disebut sebagai getuk Kethek. Kenapa disebut begitu? Dikarenakan si penjual getuk ternyata memelihara monyet di depan rumahnya, sehingga getuk itu pun bernama getuk Kethek. Getuk merupakan penganan yang disukai dari zaman baheula. Kudapan yang terbuat dari singkong ini memiliki banyak penggemar dan memiliki beragam jenisnya. Dari getuk yang trio yang ada di magelang, getuk goreng di bandungan, bahkan sampai getuk kethek.


Getuk kethek merupakan penganan khas Salatiga. Dibuat oleh Nenek Samsi dengan cita rasa harum, manis, dan gurih, maka lahirlah getuk kethek dengan nama getuk kethek satu rasa ini. Gethuk ini terbuat dari perpaduan singkong, kelapa, dan gula asli. Dengan bahan-bahannya yang alami ini, getuk Kethek hanya tahan berada di luar selama sekitar 6 jam-an.



Namun, sekarang, untuk menikmati kudapan ini, kita tidak perlu jauh-jauh pergi ke Salatiga. Cukup pergi ke Ungaran, tepatnya di belakang kantor DPRD, kita bisa menemukan penjual Getuk Kethek yang tak lain masih merupakan keturunan dari Nenek Samsi. Rasanya yang manis dan, baunya yang harum, tentunya nikmat di lidah. Makanan ini layak untuk dicoba.

(Foto diambil dari berbagai sumber)

Selasa, 16 September 2014

Wisata Kuliner di Singosari Raya

Sekitar 4 atau 5 tahun yang lalu, kawasan di daerah singosari Raya merupakan sebuah jalan biasa yang bisa dibilang tidak memiliki arti apa-apa. Deretan sisi kiri-kanan merupakan rumah-rumah biasa. Hanya ada satu-dua warung di sana dan yang paling terkenal adalah Burjo Singosari. Namun, 2-3 tahun belakangan, tempat ini pelan-pelan berubah.

Bangunan Ruko mulai didirikan, menggantikan rumah-rumah berlantai satu. Rumah-rumah berubah menjadi pertokoan, restoran, dan kafe yang komersil. Jalan yang terkadang sepi, sekarang telah berbah menjadi ramai akan lalu-lalang kendaraan serta parkiran mobil. Tempat ini menjadi kawasan strategis untuk berbisnis.


Ada beberapa macam kafe serta restoran di kawasan singosari ini seperti Cafe Pelangi, Kedai Gula Jawa, Martabak Ufo, Chicken Ramen, Warung makan Kembar, dan yang lainnya. Sulit untuk menyebutkan tempat-tempat itu, tapi... dari tempat makan yang mahal sampai yang murah pun ada di sini. Tidak ada ruginya untuk mampir di singosari raya sejenak untuk mampir dan menikmati makanan yang terhidang di sana. Kalau kita ingin menu western dan kudapan ringan yang enak, kita bisa mampir ke cafe pelangi. Jika ingin makan kue terang bulan atau makanan berat lainnya, kita bisa pilih di Martabak Ufo. Mencicipi sensasi makan mie yang pedas mampus? Ada di Chicken ramen. Harga tiap-tiap makanan bervariasi di masing-masing Kafe. Namun, kisaran harga ada di 10.000-an ke atas.



Senin, 15 September 2014

Bersantap Sate Yang Berbeda!

Kenal binatang ini?


Pasti juga sering lihat yang ini juga.


Bagaimana kalau binatang di atas menjadi seperti ini?


Tegakah Anda memakannya?

Yap, sate kelinci. Siapa yang pernah memakannya? Saya pernah memakannya dan rasanya... sebenarnya tidak terlalu buruk. (Ini merupakan pendapat pribadi saya sendiri, lho). Kata orang kebanyakan, sate kelinci itu enak, rasanya mirip daging ayam. Memang benar, mirip daging ayam kok, hanya saja... bila daging ayam sedikit terasa lemaknya, juga agak kenyal. Daging kelinci sendiri kesat, mungkin rasanya mirip seperti dada ayam.

Saya pernah memakannya sekali dan berpikir ulang untuk mencobanya lagi. (Iya, saya beli dan makan buat memuaskan rasa penasaran saya mengenai rasa sate kelinci). Bukan karena tidak enak. Tapi lebih karena kasian, berhubung saya juga pernah memelihara kelinci jenis rex. Sate kelinci banyak ditemui di bandungan. Harganya pun setara dengan seporsi harga sate ayam. Tertarik mencoba?

(Foto diambil dari berbagai sumber)

Masakan Jepang yang Cocok Di Lidah : Warkoshi

Saya dulu sangat penasaran dengan yang namanya sushi. Di zaman tahun 2009, yang namanya makanan luar, entah itu western atau pun asian, dengan harga miring tentu amat jarang dan tidak sebanyak sekarang. Maka dari itu, ketika ada paketan di sebuah kedai makan di food court sebuah perbelanjaan, saya pun dengan senang hati membeli paketan itu. Dan...

Saya kapok makan sushi.

Iya, gara-gara itu saya tidak mau makan sushi untuk beberapa lama, hingga tahun 2014 ini, salah satu sahabat saya memberitahu perihal kedai sushi yang rasanya enak dan miring. Reaksi saya pertama kali dengan ceritanya adalah apatis. Masak iya ada sushi seperti itu? Jujur, kenangan makan sushi dengan rasa asli itu masih melekat kuat di ingatan saya. Namun, teman saya meyakinkan, kalau sushi di kedai itu sangat berbeda! Tidak ada bau cuka, tidak ada ikan mentah, semua rata-rata matang!




Saya masih apatis, tapi mulai tertarik. Kemudian, saya pun datang ke kedai itu yang letaknya tak jauh dari tempat tinggal saya. Warungnya kecil, areanya sempit, nggak terlihat seperti kedai jepang kebanyakan, kecuali lampion merah di bagian depan. Saya mendadak skeptis melihat tempatnya. Namun, karena penasaran dengan sushi tersebut, saya pun memaksakan diri untuk masuk dan memesan beberapa potong sushi dan YAAAAA....


Ternyata sushinya memang beda! Cocok di lidah! Rasanya sama sekali tidak aneh, bahkan cenderung enak. Sejak saat itu pun, saya jadi langganan di kedai sushi itu, yang tak lain adalah Warkoshi yang berada di jalan Hayam Wuruk, persis di seberang kampus Fakultas Ilmu Budaya-nya UNDIP. Jadi... kalau ingin mencoba makanan luar dan tidak suka aneh-aneh, lebih baik... cari dulu rekomendasi dari teman-teman ya. Jangan sampai kena jebakan betmen seperti saya.


O, ya, harga per-roll sushi ini berkisar antara 9000 – 18.000an, cukup murah kan? Minumannya juga murah-murah. Sayang, pesan satu porsi itu sama sekali nggak mengenyangkan. Selalu ingin makan lebih kalahu sudah menghabiskan sepiring sushi di sana. :)))

Melihat Bintang Dari Atas


      Bagaimana caranya melihat Bintang dari atas? Aneh ya..., masak bisa? Nggak mungkin.
api mungkin kok. Asal titik-titik cahaya di atas dipindah ke bawah. 

Haaah? Serius? Gimana caranya? 
Jadi... bintangnya diganti lampu aja...., kan lebih mudaaaah. *ditendang sampai timbuktu*


Tapi... kata-kata saya tadi bukan main-main. Kita memang bisa melihat Bintang dari atas, apalagi kalau dari tempat-tempat tinggi seperti bukit atau pegunungan. Niscaya, kita bisa melihat deretan lampu-lampu berwarna-warni di tengah kegelapan malam. Orang mengatakan kalau Semarang bukan koa besar, padahal... kota ini aslinya luas dan memiliki kekayaan tempat. Mau ke pantai? Bisa. Mau ke gunung? Bisa, mau ke daerah gua atau dataran rendah, ada juga. Ke bukit? Ada segudang buanyaknya di daerah Semarang. Di sini, tentu yang saya maksud mencakup Semarang kota maupun Kabupaten Semarang.


Sekarang saya mau membicarkan perihal sebuah restoran yang ada di daerah perbukit Semarang, tepatnya di Gombel. Kawasan yang terkenal angker, rawan kecelakaan, dan penuh dengan misteri ini ternyata menyimpan sebuah keindahan jika malam tiba, yaitu... cahaya lampu-lampu. Dari sebuah restoran bernama Alam Indah di sana, kita bisa menikmati sajian masakan rakyat (dengan harga yang tidak merakyat) sambil menonton keindahan kota Semarang bawah. Lampu bersampur dan dari sana kita juga bisa melihat ke arah pelabuhan.

Bagi pasangan muda, tempat ini terbilang cukup romantis dan menyenangkan, apalagi ada band-nya juga. Sayang..., hati-hati dengan isi dompet. Salah-salah, kebanyakan makan malah bikin kantong terkuras habis :))