Rabu, 17 September 2014

Kudapan Getuk Kethek



Bacanya bukan kethek ( e yang dibaca bebek atau e yang dibaca pepet). Namun kethek merupakan bahasa jawanya monyet. Iya, disebut sebagai getuk Kethek. Kenapa disebut begitu? Dikarenakan si penjual getuk ternyata memelihara monyet di depan rumahnya, sehingga getuk itu pun bernama getuk Kethek. Getuk merupakan penganan yang disukai dari zaman baheula. Kudapan yang terbuat dari singkong ini memiliki banyak penggemar dan memiliki beragam jenisnya. Dari getuk yang trio yang ada di magelang, getuk goreng di bandungan, bahkan sampai getuk kethek.


Getuk kethek merupakan penganan khas Salatiga. Dibuat oleh Nenek Samsi dengan cita rasa harum, manis, dan gurih, maka lahirlah getuk kethek dengan nama getuk kethek satu rasa ini. Gethuk ini terbuat dari perpaduan singkong, kelapa, dan gula asli. Dengan bahan-bahannya yang alami ini, getuk Kethek hanya tahan berada di luar selama sekitar 6 jam-an.



Namun, sekarang, untuk menikmati kudapan ini, kita tidak perlu jauh-jauh pergi ke Salatiga. Cukup pergi ke Ungaran, tepatnya di belakang kantor DPRD, kita bisa menemukan penjual Getuk Kethek yang tak lain masih merupakan keturunan dari Nenek Samsi. Rasanya yang manis dan, baunya yang harum, tentunya nikmat di lidah. Makanan ini layak untuk dicoba.

(Foto diambil dari berbagai sumber)

Selasa, 16 September 2014

Wisata Kuliner di Singosari Raya

Sekitar 4 atau 5 tahun yang lalu, kawasan di daerah singosari Raya merupakan sebuah jalan biasa yang bisa dibilang tidak memiliki arti apa-apa. Deretan sisi kiri-kanan merupakan rumah-rumah biasa. Hanya ada satu-dua warung di sana dan yang paling terkenal adalah Burjo Singosari. Namun, 2-3 tahun belakangan, tempat ini pelan-pelan berubah.

Bangunan Ruko mulai didirikan, menggantikan rumah-rumah berlantai satu. Rumah-rumah berubah menjadi pertokoan, restoran, dan kafe yang komersil. Jalan yang terkadang sepi, sekarang telah berbah menjadi ramai akan lalu-lalang kendaraan serta parkiran mobil. Tempat ini menjadi kawasan strategis untuk berbisnis.


Ada beberapa macam kafe serta restoran di kawasan singosari ini seperti Cafe Pelangi, Kedai Gula Jawa, Martabak Ufo, Chicken Ramen, Warung makan Kembar, dan yang lainnya. Sulit untuk menyebutkan tempat-tempat itu, tapi... dari tempat makan yang mahal sampai yang murah pun ada di sini. Tidak ada ruginya untuk mampir di singosari raya sejenak untuk mampir dan menikmati makanan yang terhidang di sana. Kalau kita ingin menu western dan kudapan ringan yang enak, kita bisa mampir ke cafe pelangi. Jika ingin makan kue terang bulan atau makanan berat lainnya, kita bisa pilih di Martabak Ufo. Mencicipi sensasi makan mie yang pedas mampus? Ada di Chicken ramen. Harga tiap-tiap makanan bervariasi di masing-masing Kafe. Namun, kisaran harga ada di 10.000-an ke atas.



Senin, 15 September 2014

Bersantap Sate Yang Berbeda!

Kenal binatang ini?


Pasti juga sering lihat yang ini juga.


Bagaimana kalau binatang di atas menjadi seperti ini?


Tegakah Anda memakannya?

Yap, sate kelinci. Siapa yang pernah memakannya? Saya pernah memakannya dan rasanya... sebenarnya tidak terlalu buruk. (Ini merupakan pendapat pribadi saya sendiri, lho). Kata orang kebanyakan, sate kelinci itu enak, rasanya mirip daging ayam. Memang benar, mirip daging ayam kok, hanya saja... bila daging ayam sedikit terasa lemaknya, juga agak kenyal. Daging kelinci sendiri kesat, mungkin rasanya mirip seperti dada ayam.

Saya pernah memakannya sekali dan berpikir ulang untuk mencobanya lagi. (Iya, saya beli dan makan buat memuaskan rasa penasaran saya mengenai rasa sate kelinci). Bukan karena tidak enak. Tapi lebih karena kasian, berhubung saya juga pernah memelihara kelinci jenis rex. Sate kelinci banyak ditemui di bandungan. Harganya pun setara dengan seporsi harga sate ayam. Tertarik mencoba?

(Foto diambil dari berbagai sumber)

Masakan Jepang yang Cocok Di Lidah : Warkoshi

Saya dulu sangat penasaran dengan yang namanya sushi. Di zaman tahun 2009, yang namanya makanan luar, entah itu western atau pun asian, dengan harga miring tentu amat jarang dan tidak sebanyak sekarang. Maka dari itu, ketika ada paketan di sebuah kedai makan di food court sebuah perbelanjaan, saya pun dengan senang hati membeli paketan itu. Dan...

Saya kapok makan sushi.

Iya, gara-gara itu saya tidak mau makan sushi untuk beberapa lama, hingga tahun 2014 ini, salah satu sahabat saya memberitahu perihal kedai sushi yang rasanya enak dan miring. Reaksi saya pertama kali dengan ceritanya adalah apatis. Masak iya ada sushi seperti itu? Jujur, kenangan makan sushi dengan rasa asli itu masih melekat kuat di ingatan saya. Namun, teman saya meyakinkan, kalau sushi di kedai itu sangat berbeda! Tidak ada bau cuka, tidak ada ikan mentah, semua rata-rata matang!




Saya masih apatis, tapi mulai tertarik. Kemudian, saya pun datang ke kedai itu yang letaknya tak jauh dari tempat tinggal saya. Warungnya kecil, areanya sempit, nggak terlihat seperti kedai jepang kebanyakan, kecuali lampion merah di bagian depan. Saya mendadak skeptis melihat tempatnya. Namun, karena penasaran dengan sushi tersebut, saya pun memaksakan diri untuk masuk dan memesan beberapa potong sushi dan YAAAAA....


Ternyata sushinya memang beda! Cocok di lidah! Rasanya sama sekali tidak aneh, bahkan cenderung enak. Sejak saat itu pun, saya jadi langganan di kedai sushi itu, yang tak lain adalah Warkoshi yang berada di jalan Hayam Wuruk, persis di seberang kampus Fakultas Ilmu Budaya-nya UNDIP. Jadi... kalau ingin mencoba makanan luar dan tidak suka aneh-aneh, lebih baik... cari dulu rekomendasi dari teman-teman ya. Jangan sampai kena jebakan betmen seperti saya.


O, ya, harga per-roll sushi ini berkisar antara 9000 – 18.000an, cukup murah kan? Minumannya juga murah-murah. Sayang, pesan satu porsi itu sama sekali nggak mengenyangkan. Selalu ingin makan lebih kalahu sudah menghabiskan sepiring sushi di sana. :)))

Melihat Bintang Dari Atas


      Bagaimana caranya melihat Bintang dari atas? Aneh ya..., masak bisa? Nggak mungkin.
api mungkin kok. Asal titik-titik cahaya di atas dipindah ke bawah. 

Haaah? Serius? Gimana caranya? 
Jadi... bintangnya diganti lampu aja...., kan lebih mudaaaah. *ditendang sampai timbuktu*


Tapi... kata-kata saya tadi bukan main-main. Kita memang bisa melihat Bintang dari atas, apalagi kalau dari tempat-tempat tinggi seperti bukit atau pegunungan. Niscaya, kita bisa melihat deretan lampu-lampu berwarna-warni di tengah kegelapan malam. Orang mengatakan kalau Semarang bukan koa besar, padahal... kota ini aslinya luas dan memiliki kekayaan tempat. Mau ke pantai? Bisa. Mau ke gunung? Bisa, mau ke daerah gua atau dataran rendah, ada juga. Ke bukit? Ada segudang buanyaknya di daerah Semarang. Di sini, tentu yang saya maksud mencakup Semarang kota maupun Kabupaten Semarang.


Sekarang saya mau membicarkan perihal sebuah restoran yang ada di daerah perbukit Semarang, tepatnya di Gombel. Kawasan yang terkenal angker, rawan kecelakaan, dan penuh dengan misteri ini ternyata menyimpan sebuah keindahan jika malam tiba, yaitu... cahaya lampu-lampu. Dari sebuah restoran bernama Alam Indah di sana, kita bisa menikmati sajian masakan rakyat (dengan harga yang tidak merakyat) sambil menonton keindahan kota Semarang bawah. Lampu bersampur dan dari sana kita juga bisa melihat ke arah pelabuhan.

Bagi pasangan muda, tempat ini terbilang cukup romantis dan menyenangkan, apalagi ada band-nya juga. Sayang..., hati-hati dengan isi dompet. Salah-salah, kebanyakan makan malah bikin kantong terkuras habis :))

Jumat, 12 September 2014

Tugu Muda Semarang : Sebuah Monumen Pengingat Masa Lampau




Tugu Muda Semarang merupakan monumen pengingat, mengenai sebuah peristiwa besar di zaman awal kemerdekaan NKRI. Peristiwa ini erat kaitannya dengan para pemuda dan semangat patriotik.

15 Oktober 1945, kota Semarang teramat mencekam. Hal itu tak lain dan bukan karena ketegangan yang terjadi antara BKR (Badan Keamanan Rakyat) dengan tentara Jepang. Berita proklamasi Kemerdekaan Indonesia membuat rakyat Semarang, khususnya, para pemuda, terlibat aksi perlucutan senjata tentara Jepang tanpa kekerasan. Namun, tentara Jepang, yang bermarkas di Jatingaleh, menolak penyerahan senjata, meski Gubernur Jawa Tengah pada waktu itu, Gubernur Wongsonegoro, sudah menjamin bahwa senjata yang diambil tidak akan digunakan untuk melawan Jepang.

Keadaan semakin mencekam. Pertempuran pun tak bisa dielakkan. Pertempuran antara BKR dengan tentara Jepang berlangsung dari Cepiring sampai bisa dipukul mundur ke Jatingaleh. Suasana pun semakin panas, apalagi terdengar kabar bahwa pasukan Jepang akan mengadakan serangan balasan terhadap pemuda Semarang. Banyak yang menjadi korban dalam serangan-serangan yang dilancarkan saat itu, seperti delapan polisi Istimewa yang sedang menjaga sumber air minum bagi warga kota Semarang. Hal ini menimbulkan desas-desus yang meresahkan masyarakat, karena terdengar kabar bahwa Jepang akan meracuni reservoir yang menjadi tempat cadangan air minum di Siranda.

Desas-desus ini pun membawa satu nama lain yang sampai sekarang dikenal oleh masyarakat, yaitu dr. Kariadi. Sebagai kepala Laboratorium Purusara, dr Kariadi mendapat telepon dari pimpinan Pusat Rumah Sakit Rakyat Purusara untuk mengecek kebenaran kabar tersebut. Istri dr. Kariadi telah mencegah suaminya untuk pergi ke reservoir tersebut, tapi dr. Kariadi berpendapat lain. Beliau tetap pergi ke sana dan mengecek keadaan. Tentara Jepang pun membunuh beliau dengan keji.

Berita terbunuhnya dr. Kariadi menyulut kemarahan rakyat Semarang dan pertempuran pun meluas ke berbagai penjuru kota. Pertempuran berakhir setelah kedatangan tentara Sekutu yang mendarat di pelabuhan Semarang sehingga mempercepat perdamaian antara Jepang dan rakyat. Pertempuran yang berlangsung selama lima hari ini memakan korban sekitar 2000 pihak Indonesia dan 850 tentara Jepang.

Tugu Muda merupakan monumen pengingat pertempuran 5 hari ini. Sekarang, kawasan Tugu Muda menjadi pusat berkumpulnya muda-mudi untuk berekreasi dan berkumpul

PRPP Semarang




PRPP, kependekan dari Pusat Rekreasi Promosi dan Pembangunan, merupakan sebuah tempat yang ada di kompleks Tawang Mas sekitar daerah puri Anjasmoro, berdekatan dengan pantai Marina Semarang. Sebelum tahun 1980, yaitu sekitar tahun 1970, PRPP mempunyai nama PRS atau nama lainnya Pekan Raya Semarang. Itu pun diadakannya tidak di daerah Puri Anjasmoro, melainkan di kawasan Taman Hiburan Rakyat yang kini bernama TBRS (Taman Budaya Raden Saleh).


Awal mula diadakannya PRS memiliki tujuan untuk memeriahkan HUT RI, sekaligus menyajikan hiburan serta memamerkan produk-produk pembangunan daerah atau pun kalangan wisata kepada masyarakat. Namun, seiring berjalannya waktu, pengunjung PRS kian lama-kian meluas, tak hanya dari warga kota Semarang saja. Hal itu pun langsung dimanfaatkan oleh pelaku bisnis dari yang kecil sampai besar untuk memperkenalkan dan memasarkan produk-produk mereka.

Mulai tahun 1985, PRPP dinilai memiliki potensi berkembang yang sangat besar, sehingga dibentuklah kepanitiaan Yayasan PRPP berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah tertanggal 1 Januari 1985 Nomor : 510.1/0249 dan pada akhirnya keputusan tersebut disempurnakan kembali dengan diterbitkannya keputusan tanggal 30 November 1989 Nomor : 510.1/314/1989.

Sampai sekarang, PRPP sering dimanfaatkan untuk event-event besar. Belum lama ini, ada Jateng fair, lalu ada juga taman lampion saat bulan Juni atau Juli lalu. Lokasi PRPP sekarang ini pun terbilang sangat luas, lebih luas dari TBRS, sehingga bisa dimanfaatkan untuk berbagai acara besar. (Foto dari berbagai sumber).