Tugu
Muda Semarang merupakan monumen pengingat, mengenai sebuah peristiwa besar di
zaman awal kemerdekaan NKRI. Peristiwa ini erat kaitannya dengan para pemuda
dan semangat patriotik.
15
Oktober 1945, kota Semarang teramat mencekam. Hal itu tak lain dan bukan karena
ketegangan yang terjadi antara BKR (Badan Keamanan Rakyat) dengan tentara
Jepang. Berita proklamasi Kemerdekaan Indonesia membuat rakyat Semarang,
khususnya, para pemuda, terlibat aksi perlucutan senjata tentara Jepang tanpa
kekerasan. Namun, tentara Jepang, yang bermarkas di Jatingaleh, menolak
penyerahan senjata, meski Gubernur Jawa Tengah pada waktu itu, Gubernur
Wongsonegoro, sudah menjamin bahwa senjata yang diambil tidak akan digunakan
untuk melawan Jepang.
Keadaan
semakin mencekam. Pertempuran pun tak bisa dielakkan. Pertempuran antara BKR
dengan tentara Jepang berlangsung dari Cepiring sampai bisa dipukul mundur ke
Jatingaleh. Suasana pun semakin panas, apalagi terdengar kabar bahwa pasukan
Jepang akan mengadakan serangan balasan terhadap pemuda Semarang. Banyak yang menjadi
korban dalam serangan-serangan yang dilancarkan saat itu, seperti delapan polisi
Istimewa yang sedang menjaga sumber air minum bagi warga kota Semarang. Hal ini
menimbulkan desas-desus yang meresahkan masyarakat, karena terdengar kabar bahwa
Jepang akan meracuni reservoir yang menjadi tempat cadangan air minum di Siranda.
Desas-desus
ini pun membawa satu nama lain yang sampai sekarang dikenal oleh masyarakat, yaitu
dr. Kariadi. Sebagai kepala Laboratorium Purusara, dr Kariadi mendapat telepon dari
pimpinan Pusat Rumah Sakit Rakyat Purusara untuk mengecek kebenaran kabar tersebut.
Istri dr. Kariadi telah mencegah suaminya untuk pergi ke reservoir tersebut, tapi
dr. Kariadi berpendapat lain. Beliau tetap pergi ke sana dan mengecek keadaan. Tentara
Jepang pun membunuh beliau dengan keji.
Berita
terbunuhnya dr. Kariadi menyulut kemarahan rakyat Semarang dan pertempuran pun meluas
ke berbagai penjuru kota. Pertempuran berakhir setelah kedatangan tentara
Sekutu yang mendarat di pelabuhan Semarang sehingga mempercepat perdamaian
antara Jepang dan rakyat. Pertempuran yang berlangsung selama lima hari ini
memakan korban sekitar 2000 pihak Indonesia dan 850 tentara Jepang.
0 komentar:
Posting Komentar